msibr97.blogspot.com

Minggu, 29 Oktober 2017

Teknologi Kecerdasan Buatan Pemerintahan

E-health

E-health adalah aplikasi internet atau teknologi lain yang berkaitan di industri pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan akses, efisiensi, efektivitas, dan kualitas dari proses medis dan bisnis, yang melibatkan organisasi pelayanan medis (rumah sakit atau klinik), praktisi medis (dokter atau terapis), laboratorium, apotek, asuransi, dan pasien sebagai konsumen .

·         System E-Health

Aplikasi Perangkat Lunak E-Health Laboratorium Medis ini dibangun dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP (PHP Hypertext Preprocessor), untuk database menggunakan MySQL. Alasannya, agar user tidak perlu lagi melakukan instalasi aplikasi sebelum menggunakannya. Untuk dapat menggunakan aplikasi ini, user hanya menyediakan perangkat koneksi. Perancangan sistemnya menggunakan system flow, work flow, DFD (Data Flow Diagram), CDM (Conceptual Data Model), dan PDM (Phsycal Data Model).
Secara sederhana sistem E-Health terdiri atas sejumlah “Stasiun Medis” yang satu sama lain dihubungkan dalam suatu jaringan (Network). Suatu stasiun medis sendiri dapat terdiri atas :
  1. Komputer dengan perangkat lunak di dalamnya
  2. Sebuah perangkat antar-muka pasien
  3. Sejumlah instrument biomedika (tergantung keperluan)
  4. Sebuah perangkat antar-muka pengguna (berikut alat input output yang digunakan)
  5. Jaringan dan perangkat telekomunikasi yang tersedia.
Pada dasarnya setiap stasiun medis dapat berhubungan dengan stasiun medis lainnya
·       
  Visi Dinas Kesehatan Pemerintah Bantul
" Penggerak pembangunan kesehatan yang profesional menuju masyarakat sehat, mandiri, berkualitas dan berkeadilan"
·          
Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul
  1. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang paripurna, merata, dan bermutu
  2. Menanggulangi permasalahan kesehatan
  3. Melaksanakan penanggulangan masalah kesehatan dan penyehatan lingkungan
  4. Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dan kemitraan di bidang kesehatan
  5. Mengupayakan tersedianya pembiayaan jaminan kesehatan yang menyeluruh
  6. Mengupayakan ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan yang bermutu
  7. Melaksanakan pengawasan dan pengaturan di bidang kesehatan
  8. Menyelenggarakan manajemen, informasi kesehatan dan penelitian di bidang kesehatan

·         Contoh Penerapan E-Health Pada Dunia Kesehatan :

Sistem Resep Elektronik
Merupakan sistem komputerisasi penulisan resep obat yang juga dikenal dengan E-Prescription, dimana pada sistem ini dokter menuliskan dan mengirimkan resep kepada bagian farmasi/apotek menggunakan media elektronik menggantikan tulisan tangan dan penggunaan media kertas.
Sistem ini dibuat untuk menghindari terjadinya ROM (Reaksi Obat Merugikan) yang biasa disebabkan oleh adanya kesalahan pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebenarnya hal ini dapat dicegah apabila dilakukan dengan lebih teliti dan hati-hati.
Kesalahan tersebut dapat dibagi dalam 4 fase :
  1. Fase penulisan resep
  2. Fase pembacaan resep
  3. Fase penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas apotek
  4. Fase penggunaan obat oleh pasien 
·         Produk yang di hasilkan E-health

1. E-health menangani pendaftaran online dimana pasien dapat mengetahui  jadwal dokter pilihan mereka dan mendapat nomor antrian serta jam  pemeriksaan, sehingga pasien tidak perlu membuang banyak waktu untuk menunggu giliran konsultasi. Pendaftaran online mencakup pendaftaran konsultasi dengan dokter dan pendaftaran laboratorium.
2.  E-health mengirim medical record pasien, diagnosis dari dokter, tindakan medis yang perlu diambil oleh pasien, resep obat, dan hasil laboratorium, serta rekapitulasi biaya melaluiwebsite. Pasien hanya perlulogin dan mendapatkan seluruh informasi tersebut setelah pemeriksaan yang dilakukan.
3.  E-health memiliki hubungan dengan asuransi, sehingga proses pembayaran yang melibatkan asuransi dapat dilakukan dengan mudah.

Referensi:

Jumat, 29 September 2017

Pengantar Teknologi Sistem Cerdas

Sejarah kecerdasan buatan
Di awal abad 20, seorang penemu Spanyol yang bernama Torres Y Quevedo, membuat sebuah mesin yang dapat mengskakmat raja laannya dengan sebuah raja dan ratu.
Perkembangan secara sistematis kemudian dimulai ditemukannya komputer digital.
* Pada tahun 1950-an Alan Turing seorang matematikawan dari Inggris. Pertama kali mengusulkan adanya tes untuk melihat bias tidaknya sebuah mesin dikatakan cerdas(dikenal dengan Turing Test) seolah-olah mesin mampu merespon terhadap serangkaian pertanyaan yang diajukan.
* Istilah kecerdasan buatan dimunculkan pertama kali pada tahun 1956 ketika John Mc Cathy dari Massachusets Institute of Technology (MIT) menciptakan bahasa pemrograman LISP
* Loghic Theorist (1956), diperkenalkan pada Dartmouth Conference, program ini dapat membuktikan teorema-teorema matematika.
* Mesin Neural Network pertama oleh Marvin Minsky (1958)
* Sad Sam, deprogram oleh Robert K. Lindsay (1960), program ini dapat mengetahui kalimat-kalimat sederhana yang ditulis dalam bahasa Inggris dan mampu memberikan jawaban dari fakta-fakta yang didengar dalam sebuah percakapn.
* Muncul logika samar (1965) yang merupakan pelaksanaan konsep samar di atas system komputer. Logika samar mengukur ketidaktepatan dengan cara yang tepat, seperti yang diperlukan mesin.
* ELIZA (1967), diprogram oleh Joseph Weizenbaum, yang mampu melakukan terapi terhadap pasien dengan memberikan beberapa pertanyaan.
* Program Microworld dengan penciptaan proyek SHRDLU (1968) merupakan Expert System yang pertama.
* Pada tahun 1972 bahasa Prolog dimunculkan.
* John Holland (1975) mengatakan bahwa setiap problem berbentuk adaptasi (alami maupun buatan) secara umum dapat diformulasikan dalam terminologi genetika (Algoritma Genetika) .
* Sistem catur AI mengalahkan manusia (Pecatur master) pada tahun 1991.
* Robotik, peranti mekanika yang diprogram untuk melakukan berbagai tugas.

Pengertian umum :
Sebelum kita tau apa itu Pengantar Teknologi Sistem Cerdas, kita lihat permasing – masing arti dari apa itu pengantar,  teknologi, system dan  cerdas, jadi  apa itu pengantar, pengantar pandangan umum secara ringkas sebagai pendahuluan (mengenai isi buku, ceramah, dsb),  atau bisa dibilang kata pendahuluan.

Selanjutnya bagaimana tentang Teknologi ?
Menurut Wikipedia, Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan, dan kenyamanan hidup manusia. Penggunaan teknologi oleh manusia diawali dengan pengubahan sumber daya alam menjadi alat-alat sederhana. Tidak banyak teknologi di artikan secara umum, tetapi teknologi itu berpusat untuk membantu dan mempermudah manusia di kehidupan dunia ini.

Apa itu system ?
Sistem adalah sekelompok komponen dan elemen yang digabungkan menjadi satu untuk mencapai tujuan tertentu, system itu terdiri juga dari berbagai suatu yang di satukan untuk mencapai tujuan tertentu menurut pandangan saya.  Menurut Wikipedia, Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat, mungkin bingung bagaimana penjabarannya, intinya system itu saling berhubungan untuk tujuan yang sama.

Sistem Cerdas ?

Sistem cerdas, dari definisi system tersendiri dapat dilihat seperti pengertian diatas, lalu apa itu cerdas yang disangkut pautkan dengan system.
Dalam pencarian di internet system cerdas atau disebut juga kecerdasan buatan, dimana sekumpulan manusia yang memikirkan untuk menemukan sesuatu yang memajukan atau sarana dalam membantu kehidupan sehari hari yang disebut juga sebagai teknologi.
Menurut Wikipedia pun kecerdasan : kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan menggunakannya atau kecerdasan yaitu apa yang diukur oleh sebuah 'Test Kecerdasan'.


Contoh dari teknologi system cerdas :

·         Handphone
 


·         Robot ASIMO menggunakan sensor dan algoritma kecerdasan buatan untuk menuruni tangga dan menghindari rintangan.



·         Komputer & Laptop
 

 


·         Internet



Daftar Pustaka :
https://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_buatan


Sabtu, 08 Juli 2017

Service Level Agreement (SLA) dan Operational Level Agreement (OLA).

Definisi SLA
SLA singkatan dari Service Level Agreement atau jika diterjemahkan adalah, Perjanjian Tingkat Layanan , Pengertian SLA adalah bagian dari perjanjian layanan secara keseluruhan antara 2 dua entitas untuk peningkatan kinerja atau waktu pengiriman harus di perbaiki selama masa kontrak. Dua entitas tersebut biasanya dikenal sebagai penyedia layanan dan klien, dan dapat melibatkan perjanjian secara hukum karena melibatkan uang, atau kontrak lebih informal antara unit-unit bisnis internal.
SLA ini biasanya terdiri dari beberapa bagian yang mendefinisikan tanggung jawab berbagai pihak, dimana layanan tersebut bekerja dan memberikan garansi, dimana jaminan tersebut bagian dari SLA memilikitingkat harapan yang disepakati, tetapi dalam SLA mungkin terdapat tingkat ketersediaan, kemudahan layanan, kinerja, operasi atau tingkat spesifikasi untuk layanan itu sendiri. Selain itu, Perjanjian Tingkat Layanan akan menentukan target yang ideal, serta minimum yang dapat diterima.
Mengapa SLA dibutuhkan
SLA dibutuhkan jika dilihat dari sisi Penyedia layanan adalah sebagai jaminan atas service yang diberikan kepada klien, sehingga klien tersebut bisa puas atas layanan yang diberikan, dampak lain yang akan muncul dari sisi penyedia layanana adalah konsep pemasaran tradisional yaitu pemasaran dari mulut ke mulut , maksudnya adalah klien akan memberikan rekomendasi kepada temannya/ rekan lainnya bahwa layanan yang diberikan oleh penyedia tersebut bagus, sehingga berharap teman/ rekan lainnya mau berlangganan kepada provider/ penyedia layanan tersebut
Dari sisi Klien adalah menjamin aspek ketersedian  (availability) informasi(kalau kita mengacu kepada konsep informasi yang berkualias, adalah mengacu kepada availability, accurate, Update). Sehingga pihak klien merasa terbantu dengan ketersediaan layanan yang diberikan oleh pihak provider, sehingga proses pengelolaan data/ informasi dengan pihak-pihak terkait (customer/ vendor) berjalan lancar & tidak terganggu karena layanan itu mati, bisa dibayangkan jika klien tersebut adalah sebuah institusi perbankan (dimana layanan yang dibutuhkan adalah 24 jam , dengan kata lain layanan internet nya tidak boleh down (mati), dan bisa dibayangkan juga jika layanan dari perbankan itu down (mati), akibatnya dari aspek pemasaran nasabahnya dari bank tersebut tidak akan percaya , sehingga dampak yang paling tragis adalah nasabah tersebut akan berpindah kepada layanan dari bank lain ?, begitupula layanan-layanan lainnya seperti Perguruan tinggi, yang nantinya akan berdampak kepada image yang kurang baik dari perguruan tinggi tersebut.
SLA sebagai layanan untuk Aplikasi Bisnis
Dengan mengetahui hal itu, diharapkan tingkat pelayanan dan juga tingkat minimum, pelanggan dapat menggunakan layanan dengan maksimal. Hal ini juga sangat membantu jika klien adalah perantara, yang menjual kembali atau bundling dengan pelayanan yang lebih besar yang sedang dijual. SLA telah digunakan sejak awal 1980-an oleh perusahaan telepon dengan pelanggan dan reseller yang lebih besar perusahaannya dengan pelayanan mereka. Konsep “tertangkap” dari bisnis unit dan usaha lainnya dalam perusahaan besar mulai menggunakan istilah dan pengaturan yang ideal dalam awal kontrak layanan telekomunikasi.
Ide menciptakan sebuah layanan yang lebih besar dari layanan yang lebih kecil hampir membutuhkan SLA dari penyedia jasa. Misalnya, untuk memiliki cakupan ponsel nasional, Anda tidak perlu untuk membangun menara dan antena di seluruh kota. Sebaliknya, Anda bisa menemukan perusahaan lokal dan daerah yang menawarkan layanan yang sama, menulis tentang SLA dan mengukur hasilnya. Untuk pelanggan anda, anda akan menawarkan SLA yang sama. Dalam SLA asli tidak memerlukan perusahaan dari mana anda membeli, dan anda dapat mengontrol biaya anda, ketika pelanggan mematuhi SLA yang anda buat dengan mereka. Hal ini memberikan kemampuan bagi Perusahaan untuk menggunakan banyak sub kontraktor untuk menyediakan pelayanan yang lebih besar, namun mengendalikan biaya dan sumber daya untuk menawarkan produk yang lebih besar.
Penggunaan SLA tidak terbatas pada dunia IT atau telekomunikasi – mereka juga digunakan untuk real estate, medis dan bidang apapun yang menyediakan produk atau layanan kepada pelanggan.Layanan berorientasi manusia dan bisnis memiliki kebutuhan untuk mengukur dan memikul tanggung jawab, dan SLA menyediakan pengukuran dan ide bagi entitas untuk menyepakati.

Bagaimana Menghitung SLA
Cara menghitung SLA, tergantung dari layanan yang diberikan , sebagai contoh yang saya ketahui beberapa provider IT  khususnya provider / penyedia layanan internet memberikan SLA antara 96% – 99%, artinya dalam 1 bulan pihak provider menjamin bahwa layanan yang diberikan adalah :
Menghitung SLA (asumsi dengan SLA 98%, artinya layanan standard mereka 98% dalam 1 bulan, dan 2% dianggap wajar jika terjadi mati (down) dalam layanan tersebut)
1 hari = 24 jam
1 bulan = 30 hari
Biaya bulanan Internet = Rp. 1.000.000
==> 1 bulan = 30 hari x 24 jam = 720 Jam (720 jam merupakan layanan 100%)
==> Sedangkan jika 98% maka layanan standard mereka adalah
==> 98% * 720 jam = 705.6 jam (layanan standard mereka, sisanya 14.4 jam dianggap wajar jika layanan itu mati (down)
Pengertian Restitusi dan Bagaimana menghitung Restitusi
Restitusi adalah pengembalian dalam bentuk (bisa dalam bentuk pembayaran (uang), ataupun lainnya (tergantung kontrak) dari pihak penyedia layanan kepada klien.
Sebagai contoh (dengan mengambil lanjutan perhitungan diatas), jika klien mempunyai kewajiban membayar Rp. 1.000.000 :
Biaya bulanan internet = Rp. 1.000.000
SLA layanan (contoh bulan Juli)  = 76,6% (100% – 23,3%), artinya pihak provider bulan juli hanya bisa memberikan layanan internet sebesar 76,6% artinya ada selisih (98% – 76.6% = 21.3%, yang tidak bisa dipenuh oleh pihak provider)
Nah 21,3 % itu adalah hak kita u/ mendapatkan penggantian, penggantian ini biasanya dlm bentuk pengurangan pembayaran, misalkan kita bayar
1bulan Rp. 1.000.000 = untuk layanan 98% (1% sekitar Rp. 10.204)
Maka u/ layanan hanya 76.6% = 1.000.000 – (21.3% X Rp. 10.204)
=  Rp1.000.000 – Rp. 217.345
    =  Rp. 782.654
Artinya dlm bulan ini kita hanya punya kewajiban membayar sekitar Rp. 782.654

OPERATIONAL LEVEL AGREEMENT


Perjanjian tingkat operasional (operational level agreement / OLA) adalah kontrak yang menentukan bagaimana berbagai kelompok TI dalam perusahaan berencana memberikan layanan atau rangkaian layanan. OLAs dirancang untuk mengatasi dan memecahkan masalah silo TI dengan menetapkan seperangkat kriteria tertentu dan menentukan rangkaian layanan TI tertentu yang masing-masing departemen bertanggung jawab. Perlu dicatat bahwa istilah Service Level Agreement (SLA) digunakan di banyak perusahaan saat membahas kesepakatan antara dua kelompok internal, namun menurut kerangka Teknologi Informasi Infrastruktur Informasi (ITIL) untuk praktik terbaik, jenis kontrak internal ini harus disebut Sebuah Perjanjian Tingkat Operasional.

Perjanjian Tingkat operasional (OLA) anata penyedia layanan untuk menyimpan hubungan kerja dan waktu respons untuk mendukung nama layanan dari katalog layanan atau di tempat lain. OLA ini tetap berlaku sampai direvisi atau dihentikan.
Enam tips ntuk menyusun OLA, yaitu:
1. Tentukan semua layanan TI yang bertanggung jawab dalam katalog layanan.
2. Sebagai CIO, terlibat dalam roses ini dengan memahami apa yang dibutuhkan masing-masing layanan.
3. Tentukan pemain kunci (tim jaringan,kelompok server, dll) dan tanggung jawab mereka
4. Letakan setiap harapan kelompok TI untuk memberikan setiap layanan.
5. Datang dengan rencana kontingensi untuk kejadian tak terduga.
6. Uji dan uji ulang OLA, dan uat perubahan bila diperlukan.
sekian penjelasan dari saya..
referensi :
https://bambangsuhartono.wordpress.com/2013/07/26/pengertian-dan-cara-perhitungan-sla-service-level-agreement/
https://servernesia.com/1460/apa-itu-sla/

Selasa, 20 Juni 2017

Service Level Agreement (SLA)

SLA ( Service Level Agreement )

Adalah kesepakatan yang dinegosiasikan antara dua pihak dimana satu adalah Pelanggan dan yang lainnya adalah Penyedia Layanan. SLA mencatat kesamaan pemahaman tentang layanan yang diberikan, prioritas yang ditetapkan, tanggung jawab para pihak, jaminan, dan jaminan yang terkait dengan layanan tersebut.

SLA harus mengandung tingkat layanan yang jelas; Tingkat ini harus mampu diukur, dan harus secara langsung relevan dengan kinerja efektif dari pemasok layanan. SLA dapat menentukan tingkat ketersediaan, kemampuan servis, kinerja, pengoperasian, atau atribut layanan lainnya, seperti penagihan. "level of service" juga dapat ditentukan sebagai "target" dan "minimum," yang memungkinkan Pelanggan diberi tahu tentang apa yang diharapkan (minimum), sekaligus memberikan nilai target (rata-rata) terukur yang menunjukkan tingkat kinerja organisasi . Dalam beberapa kontrak, hukuman dapat disepakati dalam kasus ketidakpatuhan SLA. Namun ini bukan elemen wajib sebuah SLA. Penting untuk dicatat bahwa "Agreement" tersebut berkaitan dengan layanan yang diterima Pelanggan, dan bukan bagaimana penyedia layanan memberikan layanan tersebut, yang ditentukan oleh perjanjian yang berbeda (service specifications). Konsep terkait Service Level Management (atau 'SLM') muncul dari gagasan bahwa, jika sebuah organisasi menyetujui tingkat layanan, harus ada metode pemantauan kinerja yang disepakati, untuk menangani pengecualian dan perubahan, atau dengan kata lain , Dengan mengelola layanan.

SLA telah digunakan sejak akhir 1980an oleh operator telecom tidak bergerak sebagai bagian dari kontrak mereka dengan Pelanggan korporat mereka. Praktek ini telah menyebar sedemikian rupa sehingga sekarang umum bagi Pelanggan untuk melibatkan penyedia layanan dengan memasukkan perjanjian tingkat layanan dalam berbagai kontrak layanan di hampir semua industri dan pasar. Bagian internal (seperti IT, HR, dan Real Estate) di organisasi yang lebih besar juga mengadopsi gagasan untuk menggunakan service-level agreements "internal" mereka yang merupakan pengguna di departemen lain dalam organisasi yang sama (Operational Level Agreements, atau OLA ). Salah satu manfaatnya adalah agar kualitas layanan dapat dibandingkan dengan yang disepakati di beberapa lokasi atau di antara unit bisnis yang berbeda. internal ini juga dapat digunakan untuk menguji pasar dan memberikan perbandingan nilai antara departemen dalam rumah dan penyedia layanan eksternal.

Service Level Agreements adalah metode kunci dalam ITIL dan IT Service Management (ITSM) untuk menentukan bagaimana dua pihak sepakat bahwa layanan tertentu (biasanya, namun tidak harus terkait dengan TI) akan disampaikan satu sama lain, dan standar atau tingkatannya Yang akan disampaikannya.

Secara tradisional, SLA belum diterapkan pada penyedia perangkat lunak, karena biasanya menyediakan produk dan bukan layanan secara ketat. Namun, dengan munculnya distributed computing, grid computing, cloud computing dan on-demand software provision, kebutuhan akan metode yang lebih akuntabel untuk menyediakan layanan perangkat lunak end-to-end termasuk tingkat pemeliharaan dan dukungan kualitas yang jelas telah muncul. Sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2007 [R1] oleh Software and Information Industry Association (SIIA) telah menyoroti kebutuhan ini dan menjelaskan prinsip umum penerapan SLA kepada penyedia perangkat lunak dalam konteks apa yang disebut Software as a Service (SaaS) Model pengadaan.

contoh pada Perusahaan:
Kerjasama antara Client dan Supplier


Sumber: http://www.slatemplate.com/

Operational Level Agreement (“OLA” / “Agreement”)

(“OLA” / “Agreement”)
Sebuah kontrak yang mendefinisikan bagaimana berbagai kelompok IT dalam sebuah perusahaan merencanakan untuk memberikan layanan atau rangkaian layanan. OLA dirancang untuk mengatasi dan memecahkan masalah silos IT dengan menetapkan seperangkat kriteria tertentu dan menentukan rangkaian layanan IT tertentu yang masing-masing departemen bertanggung jawab. Perlu dicatat bahwa istilah oService Level Agreement (SLA) jdigunakan di banyak perusahaan saat membahas kesepakatan antara dua kelompok internal, namun menurut kerangka Information Technology Infrastructure Library (ITIL) untuk praktik terbaik, jenis kontrak internal ini harus disebut Sebuah Operational Level Agreement.
Contoh:
Service Provider
Title / Role
Contact Information*
[Service provider 1]
[Title / Role]
[Contact Information]
[Service provider 2]
[Title / Role]
[Contact Information]


*NOTE: Ketersediaan didefinisikan dalam Bagian 4, Jam Cakupan, Waktu Respons & Eskalasi. Nomor telepon tidak digunakan selama jam kerja kecuali jika ditentukan dalam bagian ini.
contoh:

MIH Team
Contact Information
Back up Contact Information
Tech Lead
Add name and phone

Major Incident Coordinator – 8x5
Exalted Ruler in SC 9-xxxx

Major Incident Coordinator – After Hours
Ops 9-xxxx

SC Subject Matter Expert
Add name and phone

PMG Comm
Communication Specialist
or sc.update@ucsc.edu

Sumber: http://www.knowledgetransfer.net/dictionary/ITIL/en/Operational_Level_Agreement.htm

Sabtu, 20 Mei 2017

Manajemen Layanan Sistem Informasi

Kerangka Kerja (Framework) Manajemen Layanan Sistem Informasi
1. Information Technology Infrastructure Library (ITIL)

ITIL atau Information Technology Infrastructure Library adalah suatu rangkaian dengan konsep dan teknik pengelolaan infrastruktur, pengembangan, serta operasi teknologi informasi (TI). ITIL diterbitkan dalam suatu rangkaian buku yang masing-masing membahas suatu topik pengelolaan (TI). Nama ITIL dan IT Infrastructure Library merupakan merek dagang terdaftar dari Office of Government Commerce (OGC) Britania Raya.


2. Control Objectives for Information and Related Technology(COBIT)

COBIT (Control Objectives for Information and Related Technology) merupakan audit sistem informasi dan dasar pengendalian yang dibuat oleh Information Systems Audit and Control Association(ISACA) dan IT Governance Institute (ITGI) pada tahun 1992.
3. Software Maintenance Maturity Model
4. PRM-IT IBM’s Process Reference Model for IT
5. Application Services Library (ASL)

Aplikasi Layanan Perpustakaan (ASL) adalah kerangka kerja domain publik dari praktik terbaik yang digunakan untuk standarisasi proses dalam Aplikasi Manajemen, disiplin memproduksi dan memelihara sistem informasi dan aplikasi. Istilah “perpustakaan” digunakan karena ASL disajikan sebagai satu set buku yang menggambarkan praktek-praktek terbaik dari industri TI. Hal ini dijelaskan dalam beberapa buku dan artikel (banyak dari mereka hanya tersedia dalam bahasa Belanda) dan di situs resmi ASL BiSL Foundation.


6. Business Information Services Library (BISL)
BiSL adalah standar domain publik sejak tahun 2005, diatur oleh Lembaga ASL BiSL (sebelumnya Lembaga ASL). Kerangka kerja ini menggambarkan standar untuk proses dalam manajemen informasi bisnis di strategi, manajemen dan operasi tingkat. [1] BiSL berkaitan erat dengan ITIL dan ASL kerangka, namun perbedaan utama antara kerangka kerja ini adalah bahwa ITIL dan ASL fokus pada pasokan sisi informasi (tujuan organisasi TI), sedangkan BiSL berfokus pada sisi permintaan (yang timbul dari organisasi pengguna akhir)

7. Microsoft Operations Framework (MOF)

Microsoft Operations Framework (MOF) 4.0 adalah serangkaian panduan yang bertujuan membantu teknologi informasi (TI) profesional menetapkan dan menerapkan layanan yang handal dan hemat biaya.

8. eSourcing Capability Model for Service Providers (Escm-sp) dan eSourcing Capability Model for Client Organizations (eSCM-CL) dari ITSqc for Sourcing Management
eSourcing Capability Model for Service Providers (eSCM-SP) adalah suatu kerangka kerja yang dikembangkan oleh ITSqc di Carnegie Mellon University. eSCM-SP adalah “praktek terbaik” model kemampuan dengan tujuan :
· Untuk memberikan penyedia layanan bimbingan yang akan membantu mereka meningkatkan kemampuan mereka di seluruh sourcing siklus hidup
· Untuk menyediakan klien dengan cara yang obyektif mengevaluasi kemampuan penyedia layanan

Sumber:
https://kolisbervespa.wordpress.com/2016/04/09/manajemen-layanan-sistem-informasi/

Muhammad Sholeh Ibrahim
17115642

2KA30

Jumat, 21 April 2017

Review Jurnal International.

Modal Sosial, Kemampuan IT, dan Sukses Sistem Manajemen Pengetahuan

Abstrak: Banyak organisasi telah menerapkan sistem manajemen pengetahuan untuk mendukung manajemen pengetahuan. Namun, banyak dari sistem tersebut telah gagal karena kurangnya jaringan hubungan dan kemampuan IT dalam organisasi. Termotivasi oleh kekhawatiran tersebut, makalah ini meneliti faktor-faktor yang dapat memfasilitasi keberhasilan sistem manajemen pengetahuan. Sepuluh konstruksi yang berasal dari teori modal sosial, pandangan berbasis sumber daya dan IS model yang sukses diintegrasikan ke dalam model penelitian saat ini. Dua puluh satu hipotesis berasal dari model penelitian secara empiris divalidasi menggunakan survei lapangan dari pengguna KMS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial dan kemampuan IT organisasi adalah prasyarat penting dari keberhasilan sistem manajemen pengetahuan. Di antara hubungan mengemukakan, kepercayaan, hubungan interaksi sosial, kemampuan IT tidak berdampak signifikan kualitas pelayanan, kualitas sistem dan kemampuan IT, masing-masing. Terhadap ekspektasi sebelumnya, kualitas layanan dan kualitas pengetahuan tidak signifikan memengaruhi dirasakan manfaatnya KMS dan kepuasan pengguna, masing-masing. Diskusi hasil dan kesimpulan disediakan. Penelitian ini kemudian memberikan wawasan untuk jalan penelitian masa depan.
Kata kunci: Keberhasilan sistem manajemen pengetahuan; modal sosial; kemampuan teknologi informasi.

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
manajemen pengetahuan (Knowledge Management) adalah sebuah gerakan berbasis luas untuk mempertemukan sumber daya intelektual dan membuat mereka tersedia melintasi batas-batas organisasi (Davenport & Prusak, 1998; Robertson, 2002). beberapa data industri menunjukkan tingkat kegagalan 70 persen dari implementasi teknologi KM terkait dan aplikasi yang terkait (Darrell et al., 2002). Raja dan Marks (2008) membandingkan efek dari kontrol pengawasan dan dukungan organisasi pada frekuensi dan usaha individu dalam memberikan layanan pengetahuan yang dimiliki secara pribadi berharga mereka ke “praktek terbaik-pelajaran, berbasis repositori” sistem manajemen pengetahuan (KMS). Alavi dan Leidner (2001) mengemukakan bahwa KMS penelitian dan pengembangan harus melestarikan dan membangun literatur yang signifikan yang ada dalam bidang yang berbeda tetapi terkait. penelitian ini untuk menguji prasyarat keberhasilan KMS dengan memasukkan perspektif manajemen Sistem Informasi, manajemen strategis dan manajemen pengetahuan ke dalam sebuah model yang terintegrasi. Para peneliti telah menemukan bahwa modal sosial memainkan peran penting dalam pertukaran dan kombinasi modal intelektual (Nahapiet & Ghoshal, 1998; Wasko & Faraj, 2005; Wu & Tsai, 2005).Akuisisi pengetahuan dan eksploitasi (Yli-Renko et al, 2001), dan kelangsungan hidup perusahaan (Fischer & Pollock, 2004). Beberapa elemen penting yang telah dibahas dalam literatur berbagi pengetahuan yang kepercayaan, visi bersama dan interaksi sosial ikatan. Mereka telah dianggap sebagai variabel penting mendorong berbagi pengetahuan, yang dibutuhkan selama pelaksanaan KMS teknologi informasi (TI) staf dan bisnis ahli perlu mengidentifikasi pengetahuan yang berharga dan proses bisnis yang tepat untuk dikodifikasi dalam KMS. Di sisi lain, pandangan berbasis sumber daya berfokus pada mahal-to-copy atribut sebuah perusahaan yang dipandang sebagai driver fundamental kinerja (Conner, 1991; Bharadwaj, 2000). Para peneliti telah mengadopsi perspektif RBV dalam menghubungkan IT untuk keberhasilan manajemen pengetahuan (Emas et al, 2001;. Khalifa & Liu, 2003; Lee & Choi, 2003) dan untuk mengencangkan kinerja (Bharadwaj, 2000; Tippins & Sohi 2003 ; Li et al, 2006). Mengingat bahwa TI telah menjadi tulang punggung daya saing organisasi (Ahuja & Thatcher, 2005), organisasi "kemampuan dalam memanfaatkan TI untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi pengetahuan yang berharga dapat menentukan sejauh mana daya saing tersebut dapat dipertahankan. Sebuah organisasi "Program pelatihan IT staff untuk membantu pakar bisnis meningkatkan kinerja kerja melalui KMS digunakan, tingkat kemampuan staf TI, IT perencanaan efektivitas, dan staf TI" pengalaman dalam desain sistem dan pemeliharaan karena itu dianggap kemampuan IT yang penting untuk membangun dan berkualitas.

B. TUJUAN PENELITIAN
1. untuk menggabungkan sistem manajemen pengetahuan (KMS ) dalam model yang sukses dan teori modal sosial
2. untuk mengidentifikasi prasyarat keberhasilan sistem manajemen pengetahuan (KMS) dari sudut pandang berbasis sumber daya TI dalam model teoritis

C. MANFAAT PENELITIAN :
1. bisa mengetahui kemampuan dalam memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem manajemen pengetahuannya yang dihubungkan
2. kita bisa melestarikan dan membangun literatur yang signifikan yang ada dalam bidang yang berbeda tetapi terkait.
3. penelitian ini bermanfaat untuk menguji prasyarat keberhasilan KMS

BAB II
PEMBAHASAN (SINGKAT JURNAL)

A. PENGANTAR
2.1 Kemampuan teknologi informasi
Penelitian ini mengadopsi Wixom dan Watson "s (2001) ide dan menggabungkan sumber daya manusia TI dalam model penelitian saat ini untuk alasan berikut.
(1) Orang-orang penting ketika menerapkan sistem dan langsung dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan.
(2) Keterampilan dari tim pengembangan KMS memiliki pengaruh besar pada hasil proyek. (3) Hanya tim yang kompeten dapat mengidentifikasi persyaratan proyek yang kompleks. Oleh karena itu, tim proyek yang sangat terampil harus jauh lebih siap untuk mengelola proyek KMS (Wixom & Watson, 2001).
sumber daya manusia TI termasuk keterampilan IT teknis dan keterampilan IT manajerial. keterampilan IT kekhawatiran dengan keterampilan seperti pemrograman, analisis sistem dan desain, dan kompetensi dalam teknologi muncul. keterampilan IT manajerial meliputi kemampuan seperti manajemen yang efektif dari IS fungsi, koordinasi dan interaksi dengan komunitas pengguna, dan manajemen proyek dan keterampilan kepemimpinan (Bharadwaj, 2000). Menurut RBV, perusahaan dengan sumber daya manusia yang kuat TI mampu mengintegrasikan proses TI dan perencanaan bisnis yang lebih efektif, mengembangkan aplikasi handal dan hemat biaya yang mendukung kebutuhan bisnis perusahaan, berkomunikasi dengan unit bisnis secara efisien, dan mengantisipasi kebutuhan bisnis masa depan perusahaan dan berinovasi fitur produk baru yang berharga sebelum pesaing (Bharadwaj, 2000, pp.173). Oleh karena itu, hubungan berikut diharapkan untuk berlaku:
a. Kemampuan IT berhubungan positif dengan kualitas pengetahuan.
b. Kemampuan IT berhubungan positif dengan kualitas sistem.
c. Kemampuan IT berhubungan positif dengan kualitas pelayanan.

2.2. Keberhasilan sistem manajemen pengetahuan
sistem manajemen pengetahuan (KMS) adalah sistem yang dirancang untuk mengelola pengetahuan organisasi (Alavi & Leidner, 2001). Banyak peneliti (misalnya, Clay et al, 2005;. Jennex & Olfman, 2005; Wu & Wang, 2006) telah menggunakan DeLone dan McLean "s (D & M) IS Success Model (2003) sebagai kerangka dasar untuk model keberhasilan KMS. Model D & M "s menyatakan bahwa kualitas enam variabel-informasi :
1. kualitas sistem
2. kualitas layanan
3. dirasakan kegunaan
4. kepuasan pengguna
5. bersih
penelitian ini berikut Wu dan Wang (2006) bermanfaat merupakan suatu pandangan yang terintegrasi dari kesuksesan Information System dan mendefinisikan keuntungan bersih sebagai karyawan "terus menggunakan KMS untuk melakukan pekerjaan mereka. Hubungan antara enam variabel tersebut telah banyak divalidasi oleh penelitian sebelumnya. Penelitian ini secara empiris akan menyelidiki apakah hubungan tersebut berlaku ketika pengaruh prasyarat dipertimbangkan.
1. kualitas Pengetahuan berhubungan positif dengan kepuasan pengguna.
2. Kualitas Sistem berhubungan positif dengan persepsi manfaat KMS.
3. Kualitas Sistem berhubungan positif dengan kepuasan pengguna.
4. Kualitas pelayanan berhubungan positif dengan persepsi manfaat KMS.
5. Kualitas pelayanan berhubungan positif dengan kepuasan pengguna.
6. Persepsi manfaat KMS berhubungan positif dengan kepuasan pengguna.
7. Persepsi manfaat KMS berhubungan positif dengan keuntungan bersih.
8. Kepuasan Pengguna berhubungan positif dengan keuntungan bersih.

B. METODE
3.1 prosedur Pengumpulan Data
Sebuah pretest kuesioner dilakukan dengan menggunakan 5 ahli di bidang IS untuk menilai kejelasan kata-kata, barang pertanyaan urut kecukupan, dan tugas relevansi. kuesioner survei tahap pertama dikirimkan kepada manajer menengah di 400 organisasi bisnis dari tiga jenis industri: manufaktur, jasa, dan bisnis keuangan (perbankan, keuangan, asuransi). Alasan bahwa kuesioner yang dikirimkan kepada manajer menengah adalah bahwa mereka berinteraksi secara intensif dengan para pakar IT, manajer puncak, dan karyawan garis depan. Dengan demikian, mereka mampu memberikan komentar organisasi mereka seperti modal sosial, kemampuan IT, kualitas KMS (pengetahuan, sistem, layanan), dan konsekuensi dari KMS digunakan.
Sebuah hadiah kecil dan surat lamaran yang menjelaskan tujuan dari survei ini dikirimkan bersama dengan masing-masing kuesioner. kuesioner ini diajukan untuk pengukuran modal sosial, kemampuan IT, dan tahap pelaksanaan KMS di setiap organisasi (none, pra pelaksanaan, pasca implementasi). Semua responden dijamin kerahasiaan respon individu. 301 tanggapan diterima dan 215 tanggapan dari perusahaan-perusahaan yang berada dalam tahap pra-pelaksanaan disimpan untuk survei tindak lanjut.
Pada bulan April 2007, kuesioner survei tahap kedua yang dikirim ke 215 manajer menengah. Survei ini bertujuan untuk mengetahui tahap saat pelaksanaan KMS di setiap organisasi dan menyelidiki kualitas KMS, pengguna "dirasakan manfaatnya KMS, kepuasan dan keuntungan bersih. 208 tanggapan dikumpulkan dan digunakan untuk analisis data. Di antara tanggapan, 51% berada di industri jasa, 34% berada di industri pembiayaan, dan 15% berada di industri manufaktur.
3.2 Membangun pengukuran
Semua item yang dikembangkan berdasarkan item dari instrumen yang ada atau definisi yang diberikan dalam literatur IS, manajemen strategis, dan manajemen pengetahuan. Item yang diukur berdasarkan skala Likert tujuh poin mulai dari (1) “sangat tidak setuju” atau “sangat miskin” untuk (7) “sangat setuju” atau “sangat baik”.
Modal sosial diukur dengan menggunakan pertanyaan yang menangkap tingkat saling percaya, interaksi ikatan sosial di antara pekerja pengetahuan, dan seberapa baik tujuan organisasi yang dipahami oleh karyawan. item pengukuran yang diadaptasi dari Gold et al. (2001), Lee dan Choi (2003). Kemampuan teknologi informasi diukur dengan menggunakan empat item yang dikembangkan sendiri berdasarkan definisi yang diberikan dalam literatur (Bharadwaj, 2000). Barang-barang ini menilai tingkat kemahiran ahli IT yang terlibat dalam pelaksanaan KMS, dan program pelatihan bagi pengguna dan garis-manajer untuk memajukan kemampuan IT mereka yang berkaitan dengan IT.
kualitas pengetahuan dioperasionalkan sebagai relevansi, ketepatan waktu, dan kelengkapan informasi / pengetahuan yang disediakan oleh KMS. Kenyamanan akses, kemudahan penggunaan, waktu respon dan kebenaran prosedur bisnis dikodifikasikan telah terbukti menjadi dimensi penting dari kualitas sistem (McKinney et al, 2002;. Jennex & Olfman, 2005). kualitas layanan diukur dengan menggunakan empat item berasal dari Jennex dan Olfman (2005). Dirasakan manfaat KMS diukur dengan menggunakan item diadaptasi dari Jennex dan Olfman (2005) dan Wu dan Wang (2006), sedangkan kepuasan diukur dengan item yang diadaptasi dari pekerjaan sebelumnya oleh Bhattacherjee dan Premkumar (2004), Lee dan Choi (2003) dan Wu dan Wang (2006). Akhirnya, item untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari Lee dan Choi (2003) dan Wu dan Wang (2006).

C. DATA ANALISIS HASIL PENELITIAN

Membangun keandalan dan validitas reliabilitas Membangun dan validitas selama sepuluh skala pengukuran dievaluasi melalui analisis faktor (CFA) pendekatan konfirmasi menggunakan program LISREL. Item yang menunjukkan reliabilitas miskin dijatuhkan dan model kemudian reestimated. Untuk model CFA saat ini, χ2 / df adalah 1,72 (χ2 = 939,24; df = 543), NFI adalah 0,85, NNFI adalah 0,91, CFI adalah 0,93, GFI adalah 0,80, dan SRMSR adalah 0,04, menunjukkan model yang memadai fit. Membangun keandalan diperiksa menggunakan Cronbach "s nilai alpha. Seperti terlihat pada Tabel 1, semua nilai-nilai ini lebih besar dari 0,76, jauh di atas umumnya tingkat penerimaan 0,70 (Gefen et al., 2000). validitas konvergen dievaluasi untuk skala pengukuran menggunakan tiga kriteria yang disarankan oleh Fornell dan Larcker (1981): (1) semua beban indikator (λ) harus signifikan dan melampaui 0,7, (2) membangun reliabilitas boleh melebihi 0,8, dan (3) rata-rata varians diekstraksi (AVE) oleh masing-masing konstruk harus melebihi varians karena kesalahan pengukuran untuk membangun itu (yaitu, setiap AVE harus melebihi 0,50). Hanya delapan dari tiga puluh delapan λ dan tiga dari sepuluh membangun nilai-nilai reliabilitas yang sedikit di bawah ambang batas yang disarankan. Aves berkisar 0,55-0,96. Akhirnya, validitas diskriminan sisik yang dihasilkan dinilai dengan menggunakan pedoman yang disarankan oleh Fornell dan Larcker (1981): AVE untuk setiap konstruk harus melebihi korelasi kuadrat antara itu dan setiap konstruk lainnya. Aves dan korelasi kuadrat antara konstruk tercantum dalam Tabel 1 menandakan validitas diskriminan diterima dari skala pengukuran.



D. PEMBAHASAN
beberapa temuan penelitian ini yang perlu diperhatikan. Pertama, kepercayaan terbukti berhubungan secara signifikan dengan kualitas pengetahuan dan kualitas sistem . Kedua, visi bersama terbukti secara positif dan signifikan terkait dengan tiga jenis kualitas KMS. Temuan ini konsisten dengan konsep teori modal sosial yang menyatakan bahwa ketika anggota organisasi berbagi kepentingan bersama. Selain itu, pengaruh visi bersama tentang kualitas pelayanan relatif lebih besar dari pengaruhnya pada kualitas pengetahuan dan kualitas layanan. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan organisasi secara eksplisit menyatakan, aturan dan kepentingan umum yang sangat berguna untuk mendorong manajer bisnis dan ahli subjek untuk memberikan dukungan untuk proyek tersebut. Ketiga, hubungan interaksi sosial muncul untuk memberikan pengaruh kuat pada kualitas pengetahuan dan kualitas layanan dari kepercayaan di antara anggota organisasi dalam konteks KMS. Keempat, kemampuan IT secara signifikan berhubungan dengan kualitas sistem daripada kualitas pengetahuan dan kualitas layanan, dan itu diberikannya pengaruh terkuat pada kualitas sistem antara empat variabel independen.

E. Modal Sosial Dalam Berbagi Pengetahuan (Knowledge Sharing)
Berbagi pengetahuan (knowledge sharing) merupakan salah satu metode dalam knowledge management (managemen penegtahuan) yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi pengetahuan, teknik, pengalamandan ide yang mereka miliki kepada anggota lainnya. Berbagi pengetahuan hanya dapat dilakukan bilamana setiap anggota memiliki kesempatan yang luas dalam menyampaikan pendapat, ide, kritikan dan komentarnya kepada anggota lainnya. Para ahli seperti Carl Davidson dan Phip Voss (2002) menyatakan bahwa mengelola knowledge sebenarnya merupakan bagaimana organisasi mengelola staf mereka, sebenarnya knowledge management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang saling berbeda mulai saling bicara.
Bagian II dari buku ini bertema Modal Sosial dan Berbagi Pengetahuan. Lima bab dari buku ini mengulas tentang managemen organisasi dalam berbagi pengetahuan baik di dalam maupun antar organisasi, peran modal sosial dalam Teknologi Irformasi Komunikasi dalam berbagi pengetahuan, Analisis modal sosial dalam desain instrument berbagi pengetahuan. Bab ini juga mengeksplorasi bagaimana peran modal sosial dalam E-Commerce serta dampak modal sosial pada pembelajaran berbasis proyek.
Dalam bab 6, Rob Lintas dan Stephen P. Borgatti menggunakan analisis jaringan sosial dan penelitian kualitatif untuk mengeksplorasi kriteria yang digunakan individu untuk membangun hubungan dalam berbagi pengetahuan (knowledge sharing) dengan individu lain.
Para penulis fokus pada dimensi berikut: kesadaran mencari informasi dari sumber yang terpercaya; waktu yang tepat dalam mengakeses; standart keamanan dalam hubungan (relationship); dan kesediaan sumber informasi untuk terlibat dalam memikirkan pemecahan masalah Bab berikutnya Bart van den Hooff, Jan de Ridder, dan Eline Aukema mengeksplorasi keinginnan berbagi pengetahuan, melihat peran modal sosial dalam teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagi pengetahuan.
Literatur tentang modal sosial tampaknya lebih bersandar ke arah motivasi untuk berkontribusi dalam berbagi pengetahuan, padahal menurut penulis, semangat untuk berbagi pengetahuan mungkin lebih signifikan untuk pengembangan modal sosial. Para penulis juga mengusulkan bahwa TI memainkan peran tertentu dalam proses ini, karena menyediakan sarana komunikasi yang memberikan kontribusi untuk berbagi pengetahuan dengan dua cara: dalam hal meningkatkan efisiensi proses serta dalam hal meningkatkan kolektivisme dalam sekelompok pengguna. Teknologi informasi memiliki sejumlah karakteristik yang menyerukan perspektif baru tentang peran modal sosial dalam proses berbagi pengetahuan.
Dalam bab 8, Marleen Huysman melanjutkan diskusi tentang berbagi pengetahuan dalam organisasi. Dia secara eksplisit melihat celah sociotechnical dalam tradisi teknologi yang mendukung managemen pengetahuan. Huysman berpendapat bahwa kesalahan-kesalahan yang disebut generasi pertama manajemen pengetahuan dapat dielakkan dalam kasus di mana analisis modal sosial merupakan bagian dari persyaratan desain alat manajemen pengetahuan. Analisis modal sosial jaringan ‘sebagai bagian dari proses desain dan sebagai pengantar dalam proses managemen pengetahuan yang merespon spesifik persyaratan, dan akibatnya akan meningkatkan kemungkinan adopsi. Analisis tersebut melihat peluang struktural untuk berbagi pengetahuan, hubungan—yang berbasisis motivasi untuk berbagi pengetahuan, dan kemampuan kognitif untuk berbagi pengetahuan. Bab ini menawarkan pedoman untuk analisis modal sosial, sehingga berkontribusi terhadap desain alat manajemen pengetahuan.
Dalam bab 9, Charles Steinfield mengangkat diskusi tentang berbagi pengetahuan. Steinfield fokus pada peran Teknologi Informasi dalam mendukung pengembangan modal sosial, yang melampaui batas-batas organisasi. Penekanannya adalah pada apa yang disebut pusat business-to-business (B2B). Ia berpendapat bahwa kelemahan utama dari sebagian besar hubungan B2B adalah dominasi dari effisiensi yang terkait dengan layanan dan relatif kurangnya layanan untuk mengembangkan hubungan (relationship), yang relatif sangat penting untuk pembentukan relasi bisnis yang stabil. Sebaliknya, bukti dari kesuksesan secara georgrafis yang didefinisikan sebagai cluster bisnis memberi kesan bahwa lokasi dan kedekatan memfasilitasi pembentukan modal sosial seperti hubungan antar perusahaan dengan cara yang tidak memerlukan sistem informasi interorganisasional. Dengan demikian, sistem interorganisasional (seperti B2B) kemungkinan akan kurang dimanfaatkan dalam kelompok yang didefinisikan secara geografis.
Hal ini menyimpulkan bahwa keberhasilan kolaboratif e-commerce dalam geographic business clusters harus mengakui serta melengkapi komunikasi dengan hubungan yang sudah ada sebelumnya yang telah meningkatkan kepercayaan dan perilaku kooperatif, daripada mencoba menjadi pengganti komunikasi dan relationship. Bagian II diakhiri dengan catatan kritis dari pihak yang optimis dengan karakteristik modal sosial dan manajemen pengetahuan dalam organisasi. Dalam bab mereka, Mike Bresnen, Linda Edelman, Sue Newell, dan Harry Scarbrough mempertanyakan anggapan bahwa akumulasi dari modal sosial berpengaruh positif dan proporsional terhadap kinerja dalam organisasi.
Argumen mereka didasarkan pada data yang dikumpulkan dari tiga proyek penelitian yang menggunakan model “pembelajaran berbasis proyek”. Temuan mereka mengindikasikan bahwa modal sosial akan memiliki dampak yang menguntungkan jika respek untuk mengakses infromasi dan sebaliknya, ada juga aspek yang kurang bermanfaat belum digali dalam literature empiris saat ini.
F. Aplikasi Teknologi Informasi
Pada bagian ketiga buku ini menyajikan berbagai aplikasi dari teknologi informasi, seperti bagaimana para peneliti berbagi pengalaman dalam membuat aplikasi untuk tahap baru dalam managemen pengetahuan yang ditulis oleh Mark S. Ackerman dan Christine Halverson, Aplikasi Pearl of Wisdom (POW) suatu mutiara kebijaksanaan dalam Pengembangan modal sosial dalam lingkungan pembelajaran informal, ditulis oleh Robbin Chapman, Penemuan para ahli tentang pendekatan untuk mendorong modal sosial disajiakn oleh Andreas Becks, Tim Reichling, dan Volker Wulf dan Membina Kreativitas Sosial dengan Meningkatkan Modal Sosial ditulis oleh Gerhard Fishcer, Eric Scharff, dan Yunwen Ye. Pada bab terakhir buku ini membahas berbagai aplikasi komputer yang memiliki potensi untuk membantu pengembangan modal sosial. Pertanyaan utama di sini adalah bagaimana mendukung modal sosial melalui fungsi yang dirancang secara tepat?
Perlu dicatat bahwa aplikasi komputer dan desain pendekatan yang disajikan dalam empat bab buku ini menarik serta inovatif, namun untuk evaluasi (jangka panjang) pengaruhnya terhadap tingkat modal sosial di kalangan masyarakat pengguna masih belum tampak. Dalam bab 11, Mark S. Ackerman dan Christine Halverson menyajikan hasil survei bagian penting dari pekerjaan mereka sendiri. Mereka menyarankan bergerak dari metafora manajemen pengetahuan menuju metafora baru, berbagi pengalaman, dan fokus pada kerjasama dalam aktifitas kehidupan sosial.
Para penulis menunjukkan bagaimana penerapan standar mekanisme untuk berbagi keahlian (pengalaman) dan knowledge management suffers dari berbagai macam masalah sosial. Mereka menyatakan bahwa masih ada kesenjangan yang cukup besar antara apa yang dilakukan secara sosial dan apa dipelajari dalam mempraktekkkan ilmu komputer dan bagaimana mendukung secara teknis.
Mengatasi kesenjangan sociotechnical ini adalah salah satu tantangan yang dihadapi intelektual dalam desain penelitian yang beroreientasi pada modal sosial. Ackerman dan Halverson menjelaskan bagaimana mereka telah mencoba untuk menjembatani kesenjangan ini dalam pekerjaan mereka. Bab ini juga membahas peran modal sosial dalam konteks untuk pengembangan Kreativitas sosial Para penulis menunjukkan bagaimana kreativitas sosial dapat didukung oleh aplikasi komputer yang inovatif. Dalam mengembangkan kreativitas sosial, bagaimanapun, teknologi tepat guna harus dilengkapi dengan kepedulian terhadap modal sosial. Sistem ini menunjukkan pentingnya mendorong pengguna untuk bertindak sebagai kontributor aktif dan menggambarkan beberapa tantangan motivasi di mana sistem ini bergantung. Para penulis menyimpulkan bahwa tanpa penekanan yang sesuai pada modal sosial, dampak dari teknologi baru akan diabaikan. Ackerman dan Halverson juga menjelaskan bagaimana mereka telah mencoba untuk menjembatani kesenjangan ini dalam pekerjaan mereka. Mereka mengklasifikasikan pendekatan mereka untuk mendorong berbagi keahlian dan modal sosial menjadi tiga jenis: ikatan kebersamaan timbal balik (repositori) dengan jaringan; mandiri dalam mencari atau menemukan keahlian; dan ruang sosial yang terbatas. Karya Ackerman dikembangkan pada aplikasi The Answer Garden dan dipresentasikan sebagai ikatan kebersamaan repositori (timbal balik) dan jaringan sosial. Sementara aplikasi The Answer Garden belum memecahkan masalah dan menemukan keahlian dalam suatu organisasi, bekerja lebih empiris dan teknis juga telah dilakukan pada gagasan mengembangkan bangunan secara mandiri dalam pencari keahlian. Akhirnya, penulis menggambarkan pekerjaan mereka di ruang sosial yang terbatas. Temuan mengenai desain dan penggunaan sistem pesan Zephyr bersama dengan alat komunikasi chatlike seperti Babble dan Loops secara rinci dan juga dibahas.
Dalam bab 12, Robbin Chapman melihat dukungan diantara komunitas siswa sepulang sekolah. Seperti Ackerman dalam pendekatan The Aswer Garden, ia mengikat kebersamaan berbagi secara timbal balik (repositori) dengan dukungan teknis untuk jaringan sosial. Bab ini menguraikan sebuah studi di Computer Clubhouse, jaringan pusat teknologi di mana remaja berpartisipasi dalam kegiatan konstruksi-desain. Dalam Computer Clubhouse, modal sosial menyediakan kerangka yang mendukung proses pembelajaran melalui interaksi. Tantangan bagi komunitas seperti Computer Clubhouse telah menentukan bagaimana repositori bersama (kebersamaan timbal balik) dapat mendukung konektor, jaringan, dan perilaku timbal balik yang sangat penting untuk fungsi berkelanjutan mereka. Chapman telah memperhitungkan pentingnya modal sosial dalam desain setelan perangkat lunak (software), yang disebut Pearls of Wisdom (POW), untuk mendukung berbagi pengetahuan yang reelvan antara anggota komunitas. Aplikasi POW menawarkan fitur untuk memotivasi partisipasi individu dalam penciptaan dan menggunakan artefak pengetahuan. Dari sudut pandang desain, menarik untuk dicatat bahwa meskipun pendekatan dasarnya mirip dengan model Answer Garden, namun secara khusus apliaksiny berbeda. Sehingga komunitas khusus— seperti yang diasumsikan distribusi pengetahuan, insentif untuk berbagi pengetahuan, ketersediaan aktor, atau budaya homogenitas-telah menyebabkan implementasi yang berbeda. Ketika mengembangkan aplikasi untuk dampak modal sosial, hal ini merupakan salah satu hal yang spesifik yang harus diperhitungkan.
Dalam bab berikutnya, Andreas Becks, Tim Reichling, dan Volker Wulf bekerja di luar kerangka kerja untuk lokasi keahlian dan penyesuaian (pencocokan). Sistem seperti ini dapat diterapkan untuk membuat aktor yang sedikit diketahui atau bahkan tidak diketahui satu sama lain tapi yang berbagi latar belakang yang sama, kepentingan, atau kebutuhan-menyadari satu sama lain. Terutama di ruang virtual, sistem tersebut dapat membantu mengembangkan modal sosial dalam mengkompensasi kurangnya konteks fisik. Para penulis menjelaskan kerangka kerja mereka, yang memungkinkan seseorang untuk menerapkan algoritma yang berbeda untuk mencocokkan data pribadi menggambarkan perilaku para aktor, latar belakang, spesifikasi-menyebutkan statusnya, atau kepentingan. Prinsip-prinsip desain untuk algoritma pencocokan, arsitektur umum untuk keahlian-matching, dan pelaksanaan fungsi ini disajikan. Para penulis juga menunjukkan bagaimana kerangka kerja mereka diterapkan untuk melengkapi platform pembelajaran dengan fungsi keahlian-matching. Dalam hal ini, pembentukan komunitas colearners (pembelajar) dapat didukung. Para penulis juga mendiskusikan tantangan masa depan di lapangan dari expertipertice matching (Pencocokan keahlian).
Pada bagian terakhir dalam bab 14, ditutup dengan tulisan Gerhard Fischer, Eric Scharff, dan Yunwen Ye hasil survei pekerjaan mereka di lapangan terkait dengan kreativitas sosial. Mereka membahas peran modal sosial dalam konteks ini. Kreativitas sosial adalah hal penting dalam penelitian lapangan sejak masalah desain yang kompleks membutuhkan lebih banyak pengetahuan daripada hanya satu orang bisa memproses, dan pengetahuan yang relevan dengan masalah sering didistribusikan di antara pemangku kepentingan yang berbeda. Para penulis menunjukkan bagaimana kreativitas sosial dapat didukung oleh aplikasi komputer yang inovatif. Dalam mengembangkan kreativitas sosial, bagaimanapun, teknologi tepat guna harus dilengkapi dengan kepedulian terhadap modal sosial. Dalam bab ini, penulis pertama-tama menganalisis model sukses yang ada (open source dan berbagi pengetahuan melalui sebuah portal internet) untuk kreativitas sosial. Mereka kemudian mempresentasikan hasil kerja mereka sendiri dalam menciptakan aplikasi modal sensitif sosial (misalnya, Code Broker, Envisionment dan Discovery Collaboratory, dan coursea-as-seeds) yang mendukung desain kolaboratif, pemecahan masalah, dan pengetahuan co-construction. Sistem ini menunjukkan pentingnya mendorong pengguna untuk bertindak sebagai kontributor aktif dan menggambarkan beberapa tantangan motivasi di mana sistem ini bergantung. Para penulis menyimpulkan bahwa tanpa penekanan yang sesuai pada modal sosial, dampak dari teknologi baru akan diabaikan.
G. KESIMPULAN
Jadi menurut saya, untuk capai kesuksesan dunia IT diperlukan modal yang besar dari para pengembang maupun pemilik modal. dan juga harus menguasai dasar-dasar dari hal tersebut. Dan hasil analisa penelitian harus akurat supaya tidak terjadi kesalahan ketika menganalisa penelitian

sumber: http://www.kmel-journal.org/ojs/index.php/onlinepublication/article/viewFile/4/12
http://wkuswandoro.com/category/politics-gov/personal-politics/
http://flox-strawberry.blogspot.co.id/

Muhammad Sholeh Ibrahim

Senin, 23 Januari 2017

3D Teknologi (3D Virtual Reality).

3D Teknologi (3D Virtual Reality)




Menurut website wikipedia, Virtual Reality (VR) atau realitas maya adalah teknologi yang membuat pengguna dapat berinteraksi dengan suatu lingkungan yang disimulasikan oleh komputer (computer-simulated environment), suatu lingkungan sebenarnya yang ditiru atau benar-benar suatu lingkungan yang hanya ada dalam imaginasi.

Mungkin anda pernah ke bioskop menonton film 3D dengan kacamata khusus, bukan? Apa yang anda lihat? apa yang anda rasakan? Yup, gambar yang ditampilkan di layar akan terasa dekat di depan mata Anda. Experience (pengalaman) tersebut tentu berbeda jika anda menonton film 2D (film biasa).

Namun, teknologi VR memberikan experience yang lebih dari itu kacamata 3D. VR membangkitkan suasana 3D dengan sejumlah alat tertentu, serta memungkinkan penggunanya untuk merasakan seperti berada di dunia nyata, padahal ia sedang berada di dunia maya.


Kegunaan Teknologi VR

Saat ini, teknologi Virtual Reality sudah banyak digunakan dalam berbagai bidang. Antara lain:

  • Pendidikan dan Pelatihan

Penggunaan virtual reality (VR) dalam bidang pelatihan adalah untuk memungkinkan para progesional untuk melakukan pelatihan dalam lingkungan buatan yang nyata di mana mereka dapat memperbaiki kemampuan mereka tanpa konekuensi yang fatal.

Dalam bidang militer, VR memegang peranan penting dalam pelatihan tempur. Hal ini memungkinkan para tentara berlatih dibawah lingkungan yang terkendali untuk mengahadapi berbagai jenis situasi medang dan pertempuran. Sebagai contohnya VR digunakan dalam simulasi menerbangkan pesawat jet tempur, mengendarai tank, dan lain-lain.

  • Video Games dan Film

VR akan selalu terikat dengan dunia hiburan. Dimulai pada awal 1990-an, Nintendo dengan Virtual Boy, Virtual I-O dengan perangkat iGlasses, dll. Contoh yang lebih modern adalah Nintendo Wii Remote, Xbox Kinect dan Playstation Eye/Move, yang akan melacak pergerakan pemain.

Virtual reality melesat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sekarang, beberapa perusahan besar berfokus pada virtual reality. Dalam bidang ini, contoh penerapan VR adalah merasa bahwa pemain berada di dunia game, menonton konser atau suatu event seakan-akan kita benar-benar berada disana.

  • Arsitektur

Dalam bidang arsitektur, arsitek dapat menggunakan virtual reality untuk membantu mensimulasikan struktur dan desain yang berbeda untuk membantu mereka dalam proses desain ruangan, rumah ataupun gedung. Kemudian para arsitek atau konsumer dapat berkeliling pada desain yang telah dibuat.

Dan masih banyak lagi.

PERANGKAT DAN ELEMEN VIRTUAL REALITY


Bagaimana bentuk dari perangkat virtual reality? Devices yang digunakan untuk mendukung teknologi VR biasanya berupa helm, walker, headset dan sarung tangan (glove).

Helm berfungsi membuat tampilan gambar yang dilihat penggunanya tampak lebih realistis dan dekat. Sedangkan headset bisa memberikan efek suara yang jernih dan jelas, sehingga penggunanya larut dalam suasana ‘nyata’ yang diciptakan oleh teknologi ini. Walker dan gloves bertugas untuk menangkap gerakan kaki dan tangan, serta memberikan sensasi nyata pada tangan dan kaki saat berada di lingkungan yang diciptakan oleh VR tersebut.

Misalnya, saat berada di medan perang sesungguhnya, pengguna akan merasa seperti membawa senjata yang real dan merasakan langkah kaki yang berat saat berada di tanah berlumpur.


Sistem kerja dari VR tidak dapat lepas dari beberapa elemen penting seperti:

  • Virtual world sebuah konten yang menciptakan dunia virtual dalam bentuk screenplay maupun script.
  • Immersion sebuah sensasi yang membawa pengguna teknologi virtual reality merasakan ada di sebuah lingkungan nyata yang padahal fiktif. 
  • Sensory feedback berfungsi untuk menyampaikan informasi dari virtual world ke indera penggunanya. Elemen ini mencakup visual (penglihatan), audio (pendengaran) dan sentuhan. 
  • Interactivity yang bertugas untuk merespon aksi dari pengguna, sehingga pengguna dapat berinteraksi langsung dalam medan fiktif atau virtual world.
Selamat Datang di Blog saya